21 Mei 2013

SHALAT JAMA DAN QASHAR


A.  JAMA’
      Menjama’ shalat artinya menyatukan dua waktu shalat dalam satu waktu. Yang dapat dijama’ itu shalat Zhuhur dengan shalat ‘Ashar. Bila dilaksanakan pada waktu ‘Ashar, disebut Jama’ ta’khir. Adapun jika shalat ‘Ashar dan Zhuhur dilaksanakan pada waktu Zhuhur, disebut Jama’ taqdim.
      Selain shalat Zhuhur  dan ‘Ashar, jama’ berlaku juga bagi shalat Magrib dan ‘Isya’ atau sebaliknya. Tidak berlaku bagi shalat Subuh dan Zhuhur, juga shalat Magrib dan ‘Ashar dan sebaliknya.
      Dari Mu’adz, ia berkata : “Telah keluar kami bersama Nabi saw. dalam perang Tabuk, maka Nabi shalat Zhuhur dan ‘shalat Ashar dijama’. Demikian pula shalat Maghrib dan shalat ‘Isya’ dijama’.” (Hadits Riwayat Muslim)
      Sesungguhnya Nabi saw. menjama’ shalat Zhuhur dan shalat ‘Ashar serta antara shalat Maghrib dan shalat ‘Isya’ di Madinah, dengan tidak ada yang ditakuti (perang) dan tidak pula hujan. Ditanyakan kepada Ibnu ‘Abbas : “Apa maksud (Rasulullah) mengerjakan hal tersebut?”. Jawab Ibnu ‘Abbas : “Beliau tidak ingin memberatkan umatnya.” (Hadits Riwayat Muslim)
      Dari beberapa keterangan hadits tersebut di atas, dapat disimpulkan :
1. Cara shalat Jama’ dapat dilaksanakan tanpa ada sebab/udzur (bepergian atau lainnya), hanya saja tidak boleh dibiasakan karena akan mengubah ketentuan waktu shalat yang wajib.
2. Cara shalatnya harus tamam (sempurna) jumlah raka’atnya, tidak diqashar kecuali bagi musafir.
3. Cara menjama’ boleh menggunakan shalat Zhuhur dengan shalat ‘Ashar, shalat Maghrib dengan shalat ‘Isya’. Bila shalat ‘Ashar ditarik ke waktu shalat Zhuhur, namanya jama’ taqdim. Bila shalat Zhuhur diundur ke waktu shalat ‘Ashar, namanya jama’ ta’khir.
B.  QASHAR
      Shalat qashar artinya meringkas jumlah raka’at shalat yang empat menjadi dua raka’at. Semua shalat wajib boleh di qashar, kecuali shalat Maghrib dan shalat Shubuh. Dalil-dalil qashar tercantum dalam Al-Qur’an surat An-Nisaa’ ayat 101.
      “Dan jika kmau mengadakan perjalanan di permukaan bumi, kamu tidak berdosa mengqashar shalat bila kamu takut diserang oleh kaum kafir. Sesungguhnya kaum kafir itu musuhmu yang nyata.”  (QS. An-Nisaa : 101)
      Ketika ayat ini turun, Abu Ya’la bertanya kepada ‘Umar bin Khaththab dan ‘Umar r.a. bertanya kepada Rasulullah.
      Dari Ya’la bin Umayyah, ia berkata : “Saya bertanya kepada ‘Umar bin Khaththab r.a. (tentang ayat) : ‘Maka kamu tidak berdosa mengqashar shalat jika kamu takut diserang oleh kaum kafir, sedangkan sekarang orang sedang merasa aman’. Maka jawabnya : “Saya pernah tertarik dengan apa yang menjadi perhatianmu itu, maka saya pernah pula bertanya kepada Rasulullah saw. tentang hal itu. Maka jawab beliau : Shalat qashar itu adalah shadaqah yang diberikan Allah kepadamu, maka terimalah shadaqah itu’.” (Hadits Riwayat Muslim)
      Semua rukhshah (keringanan) hanya diberikan kepada umat Islam yang berhijrah dari Makkah ke Madinah karena dikejar-kejar oleh kafirin dalam situasi perang. Sesudah situasi tenang tetap diberlakukan rukhshah ini karena kemurahan dari Allah swt. Kemurahan yang Maha Rahman dan Rahim ini tidak disia-siakan oleh Rasulullah saw. sebagaimana tercantum dalam beberapa hadits berikut ini :
      Dari Ibnu ‘Abbas r.a., ia berkata : “Pernah Nabi saw. menetap di suatu tempat sembilan belas hari, beliau mengqashar shalat.” (Hadits Riwayat Bukhari)
      Dari Anas r.a., ia berkata : “Kami berangkat bersama Nabi saw. dari Madinah ke Makkah, maka beliau shalat dua raka’at sampai kami kembali ke Madinah. Ada yang bertanya kepadanya : ‘Apakah kamu menetap di Makkah?’ Jawabnya : ‘Kami menetap di Makkah sepuluh hari’.” (Hadits Riwayat Bukhari)
      “Sesungguhnya Ibnu ‘Umar pernah diam di Adzarbaijan 6 bulan; mengqashar shalat.” (Hadits Riwayat Baihaqi)
      Kalau perjalanan Madinah – Makkah pergi dan pulang dengan naik unta ditempuh dalam tempo 20 hari, Rasulullah saw. Selama 30 hari Rasulullah saw. melaksanakan shalatnya dengan cara mengqashar.
      Dari Haritsah bin Wahab, ia berkata : “Kami pernah shalat di Mina bersama Nabi saw. dua raka’at dalam keadaan aman.” (Hadits Riwayat Bukhari)
      Keterangan :
1. Shalat qashar hanya boleh dilakukan oleh musafir.
2. Shalat qashar itu shadaqah dari Allah. Oleh karena itu, shadaqah dari Allah swt. mesti kita terima, jangan ditolak.
3. Pendapat bahwa cara mengqashar shalat dalam perjalanan hanya dibolehkan selama tiga atau empat hari, misalnya, jelas tertolak oleh hadits tersebut.
Adapun jarak jauhnya perjalanan safar dijelaskan dalam hadits berikut :
“Adalah Rasulullah saw. apabila keluar perjalanan 3 mil (atau 3 farsakh), beliau shalat (qashar) 2 raka’at.” (Hadits Riwayat Muslim)
Dikuatkan pula dengan riwayat dari Ibnu ‘Umar, sahabat Nabi, ia berkata : “Boleh diqashar shalat dalam perjalanan 3 mil.” (Hadits Riwayat Ibnu Abi Syaibah)
Keterangan jarak :
1 mil = 1.609 meter, 3 mil = 4.827 meter (± 5 km)
1 farsakh = 3 mil, 3 farsakh = 14.481 meter (± 14,5 km)
Bagaimana dengan shalat sunnah bagi musafir? Boleh atau tidak dikerjakan? Jawabnya ada di bawah ini :
Dari Hafshi bin ‘Ashiim, ia berkata : “Ketika saya menderita sakit, Ibnu ‘Umar datang menjengukku. Aku bertanya kepadanya tentang shalat sunnah dalam perjalanan. Maka katanya : ‘Aku pernah menemani Rasulullah saw. dalam perjalanan. Aku tidak melihat beliau shalat sunnah. Andaikata aku shalat sunnah, lebih baik aku cukupkan saja (shalat fardhu). Allah Ta’ala berfirman bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. itu teladan yang baik bagimu’.” (Hadits Riwayat Muslim)
Shalat yang dimaksud dalam hadits ini ialah shalat sunnah rawatib, yaitu shalat sunnah sebelum dan sesudah shalat fardhu, tidak termasuk shalat sunnah yang lainnya. Waktu kita di Masjidil Haram kita melakukan shalat sunnah di Maqam Ibrahim dan Hijr Ismail.

Sumber : Habib Hassan bin Ahmad Al-Mahdaly (Radio Dakta 107.0 FM)

0 komentar:

Posting Komentar

Situs ini menerapkan “Dofollow Site Comment System”
Beri komentar sebanyak-banyaknya yang tentunya akan membawa manfaat pula bagi perkembangan blog/situs Anda. Namun komentar Anda harus dengan syarat :

1. Tidak mengandung Spam, SARA, Pornografi;
2. Komentar harus ada kaitannya dengan materi yang dibahas
dalam posting;
3. Tidak berisi link aktif di dalam badan komentar.

Selamat berkomentar dan semoga bermanfaat bagi perkembangan blog/situs Anda.

Terima kasih.