Secara
garis besar, cara shalat sunnah itu ada dua macam, yakni shalat sunnah Mutlaq
dan Muqayyad.
A. Shalat Sunnah Mutlaq
Dalam
cara shalat ini, cukup seseorang berniat untuk melaukan shalat sunnah tanpa
memperhitungkan cara berapa raka’at yang akan dikerjakan. Ia boleh melakukan cara atau memberi salam selesai satu raka’at atau lebih atau berapa saja jumlah raka’at
yang ditakdirkan atasnya, baik secara ganjil maupun genap.
Hadits
yang diterima dari Abu Dzar :
“Ia
melakukan shalat dengan raka’at yang banyak. Seusai salam ia ditegur oleh Ahnaf
bin Qais rahimahullah : ‘Tahukah engkau bilangan salam pada raka’at ganjil atau
genap?’ Ia mejawab : ‘Kalau saya tidak tahu, Allah pasti mengetahuinya. Saya pernah
mendengar kekasihku Abu Qasim Nabi saw.) bersabda (sampai di sini Abu Dzar menangis lalu
melanjutkan perkataannya lagi) : Tak seorang hambapun yang bersujud pada Allah
satu kali saja, kecuali ia di angkat oleh Allah satu derajat dan dihapuskan darinya
satu dosa’.” (Hadits Riwayat Baihaqi dan Daruquthni dengan sanad yang shahih,
walau ada satu parawi yang oleh para muhaditsin dipertanyakan tentang adalahnya)
B. Shalat Sunnah Muqayyad
Terbagi atas :
1. Shalat-shalat sunnah yang terikat dengan
shalat-shalat fardhu, disebut shalat sunnah Rawatib.
2. Shalat-shalat sunnah yang terikat dengan
waktu-waktu tertentu, seperti Dhuha, Witir, Khusuf, Kusuf, Istiqa’ dan
lain-lain.
Sesungguhnya telah datang seorang Arab gunung, lalu
bertanya :
“Ya Rasulullah,
kabarkanlah kepada saya shalat apakah yang difardhukan Allah atas saya?” Beliau menjawab : “Shalat lima waktu, kecuali kalau engkau mau
shalat sunnah.” (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim)
Pertanyaan Arab Badui di atas menunjukkan cara ibadah selain
shalat yang diwajibkan (lima waktu), Rasulullah saw. Mencontohkan pula cara shalat-shalat
sunnah. Ibadah shalat wajib dikerjakan berjama’ah di masjid/mushalla, sedangkan
shalat sunnah lebih utama dikerjakan di rumah, kecuali yang berhubungan dengan
tempat/kejadian, seperti Tahiyyatul Masjid, Istiqa’, Kusuf dan lain-lain. Nabi
bersabda : “Seutama shalat seseorang di
rumahnya, kecuali shalat fardhu (lima waktu).” (Hadits Riwayat Nasa’i dan
Thabrani)
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, Rasulullah saw. Bersabda : “Kerjakanlah
sebagian shalatmu dalam rumahmu dan jangan jadikan rumahmu itu sebagai kuburan.”
(Hadits Riwayat Ahmad dan Abu Dawud)
KEUTAMAAN AMALAH
SUNNAH
Rabb kami berfirman keapda malaikat-Nya, sedangkan Dia
Maha Mengetahui : “Periksalah shalat
hamba-Ku, cukupkah atau kurangkah?” Maka kalau terdapat cukup, dicatatlah
cukup, tetapi kalau ada kekurangan, Allah berfirman : “Periksalah lagi, apakah hamba-Ku mempunyai amalan shalat sunnah?”
Jika terdapat shalat sunnahnya, Allah berfirman lagi : “Cukupkanlah kekurangan shalat fardhu hamba-Ku itu dengan shalat
sunnahnya. Selanjutnya, diperhitungkan amal itu menurut cara demikian.”
(Hadits Riwayat Abu Dawud)
Allah swt. berfiman dalam hadits Qudsi :
“Hamba-Ku senantiasa
mendekatkan diri kepada-Ku dengan melakukan hal-hal yang sunnah, sehingga ia Ku
senangi dan Ku cintai. Karenanya Akulah yang menjadi pendengarannya yang
dengannya ia mendengar, (menjadi) penglihatannya yang dengannya ia melihat,
(menjadi) lidahnya yang dengannya ia bertutur kata, dan (menjadi) akalnya yang
dengannya ia berfikir. Apabila ia berdo’a kepada-Ku, niscaya Aku perkenankan do’anya.
Apabila ia meminta kepada-Ku, niscaya Aku memberinya. Apabila ia meminta
pertolongan kepadaku-Ku, niscaya Aku menolongnya. Ibadah yang dilakukannya
kepada-Ku yang paling Aku senangi ialah menunaikan kewajibannya dengan
sebaik-baiknya untuk-Ku.” (Hadits Riwayat At-Thabrani dalam kitab Al-Kabir yang
bersumber dari Abu Umamah)
Sumber : Habib Hassan bin Ahmad Al-Mahdaly (Radio Dakta
107.0 FM)
terimA kasih banyak amalannya..sangat bermanfaat.
BalasHapus