21 Mei 2013

DZIKIR DAN DO'A

Cara dzikir dan do’a sesudah shalat terdapat dalam beberapa riwayat dalam hadits, antara lain :
Telah berkata Tsauban : “Adalah Rasulullah saw. Apabila selesai shalat, beliau membaca istighfar tiga kali, lalu membaca : ‘Allahumma antas salaam wa minkas salaam, tabaarakta yaa dzal jalaali wal ikram (Ya Tuhaku, Engkaulah yang sejahtera dan dari-Mulah kesejahteraan itu datang. Mahamulia Engkau, hai Dzat yang mempunyai kemegahan dan kemuliaan)’.” (Hadits Riwayat Muslim)
Sesudah melakukan cara tersebut diatas, dilanjutkan dengan cara membaca : Subhanallah (33x); Alahmdu lillah (33x) dan Allaahu akbar (33x). Selanjutnya, diteruskan dengan cara membaca :
Laa ilaaha illallaah wahdahu laa syariika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘alaa kulli syai’in qadiir.
Rasulullah saw. Bersabda : “Barang siapa membacanya setiap kali sesudah shalat, maka akan diampuni dosa-dosanya, sekalipun sebanyak buih di laut.” (Hadits Riwayat Muslim)
Dalam riwayat lain dikatakan bahwa cara ucapan subhaanallaah, alhamdu lillah dan allahu akbar itu dapat dibaca 10x seperti yang diriwayatkan oleh ‘Abdul bin ‘Umar, ia berkata : Rasulullah telah bersabda : “Ada dua tambahan yang tidak dihitung oleh seorang muslim, melainkan ia pasti akan masuk surga. Kedua-duanya itu sebenarnya mudah, tetapi sedikit sekali orang yang mengamalkannya, yaitu hendaknya ia membaca tasbih 10x, takbir 10x dan tahmid 10x setiap kali sesudah shalat”. Ia berkata : “Aku pun melihat Rasulullah saw. Menghitungnya dengan jari. Kalimat tersebut diucapkan 150 x (30 x 5 waktu shalat), tetapi mempunyai berat timbangan 1500; dan apabila pergi tidur, beliau membaca tasbih, tahmid dan takbir itu 100 x, tetapi mempunyai berat timbangan 1000.” (Hadits Riwayat Imam yang lima dan disyahkan oleh Tirmidzi. Nail hal. 1041)
Sesudah itu ia boleh berdo’a dengan apa saja, tetapi diantara cara do’a-do’a yang biasa diucapkan oleh Rasulullah adalah sebagai berikut :
1.   Allahumma a’innii ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatik. (Ya Tuhanku, bantulah aku untuk bisa mengingat-Mu dan bersyukur kepada-Mu serta beribadah kepada-Mu dengan baik)
2.   Allahumma laa maani’a limaa a’thaita wa laa mu’thiya limaa mana’ta wa laa yanfa’u dzal jaddi minkal jaddu. (Ya Tuhanku, tidak ada seorangpun yang bisa menghalang-halangi apa yang Engkau berikan dan tidak seorangpun bisa memberikan apa yang Engkau halangi dan kekayaan itu tidak berguna bagi orang yang kaya dari siksaan-Mu)
3.   Allahumma inii a’uudzu bika minal jubni wa a’uudzu bika minal bukhli wa a’uudzu bika min ardzalil ‘umri wa a’uudzu bika min fitnatid dunyaa wa ‘adzaabil qabri. (Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung diri kepada-Mu dari sifat pengecut. Aku berlindung diri kepada-Mu dari bakhil. Aku berlindung diri kepada-Mu dari Umur yang rendah. Aku berlindung diri kepada-Mu dari cobaan dunia dan adzab kubur) (Hadits Riwayat Bukhari)
4.   Allahumma aajirnii minan naar. (Ya Tuhanku, selamatkanlah daku dari api neraka) (Hadits Riwayat Abu Dawud)
5.   Allahumma innii as ‘aluka ‘ilman naafi’an wa risqan thayyiban wa ‘amalam mutaqabbalan. (Ya Tuhanku, sesungguhnya aku minta kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang halal dan amal yang diterima) (Hadits Riwayat Ibnu Majah)
Selain cara do’a-do’a tersebut kita dibenarkan berdo’a memohon apa saja yang kita kehendaki, bahkan dibenarkan cara bedo’a dengan selain bahasa Arab.

Keistimewaan cara berdo’a sesudah shalat
Abi Umamah meriwayatkan dari Rasulullah, sesungguhnya ia pernah ditanya apakah yang amat didengarkan, maka Rasulullah saw. menjawab : “Do’a pada tengah malam yang akhir dan sesudah shalat wajib.” (Hadits Riwayat Bukhari)
Bertasbih dengan menggunakan jari tangan
Dari Busaiarah, seorang perempuan Muhajirat yang berhijrah, ia berkata : Rasulullah saw. pernah bersabda kepada kami : “Hendaklah kamu sekalian (perempuan) bertahlil dan bertasbih serta memahasucikan Allah dan janganlah kamu lalai hingga melupakan rahmat hitungan dengan jari. Sesungguhnya jari itu pada hari kiamat akan ditanya dan diminta bicara.” (Hadits Riwayat Ahmad, Tirmidzi dan Abu Dawud, Nailul Authar II : 352)
Dari ‘Abdillah bin ‘Umar, ia berkata : “Saya melihat Rasulullah saw. bertasbih dengan jarinya.” Menurut Ibnu Qudamah, dengan jari tengah kanannya. (Hadits Riwayat Abu Dawud, A’unu Al- Ma’bud IV : 368)
Keterangan : Hadits ini tidak berarti tidak boleh bertasbih dengan cara menggunakan tangan kiri.
Dari Shafiyyah, ia berkata : “Rasulullah saw. masuk rumahku, sedangkan di hadapanku ada 4000 biji yang biasa kugunakan bertasbih, maka Nabi bersabda : ‘Kamu suka bertasbih dengan ini? Tidakkah aku mesti memberi tahu kepadamu sejumlah yang lebih dari apa yang engkau tasbihkan itu?’ Maka Shafiyyah berkata : ‘Ajarkanlah kepadaku!’ Nabi bersabda : ‘Ucapkanlah olehmu subhaanallaah ‘adada khalqih (Mahasuci Allah dengan sejumlah makhluk-Nya)’.” (Hadits Riwayat At-Tirmidzi, Nailul Authar II : 352)
Cara mengeraskan suara dalam Dzikir setelah shalat
Pendapat orang yang mengeraskan dzikir bedasarkan pada hadits :
Telah memberitahukan kepada kami ‘Amr bahwa Abu Ma’bad, maula ‘Abbas, telah memberitakan kepadanya bahwa Ibnu ‘Abbas r.a., menceritakan kepadanya, sesungguhnya mengeraskan suara dalam dzikir ketika orang-orang selesai melakukan shalat fardhu itu pernah terjadi pada masa Nabi saw. (Hadits Riwayat Bukhari I : 152)
Dilihat dari siyaqul asy’ar (alur cerita) hadits dimaksud memberi pengertian bahwa para sahabat sendiri tidak mengeraskan suaranya dalam berdzikir.
Menurut An-Nawawi, Asy-Syafi’i membawakan hadits ini untuk menunjukkan bahwa mereka mengeraskan dzikirnya hanya untuk sementara waktu ketika mengajarkan lafazh dzikir, bukan berarti mereka membiasakan dzikir dengan jahr/keras.
Pendapat yang terpiliah (alternatif) sesungguhnya imam dan ma’mum hendaklah men-sir-kan dzikirnya kecuali jika diperlukan untuk mengajar. (Fathu Al-Bari)
Menurut Imam Syafi’i, kami memilih untuk imam serta ma’mum hendaklah berdzikir kepada Allah setelah shalat dan hendaklah men-sir-kan dzikirnya kecuali jika menjadi imam, yang mana ma’mum  wajib mempelajarinya. Oleh karena itu, ia boleh menjabarkannya sampai imam menduga bahwa ma’mum telah belajar darinya, kemudian imam men-sir-kan lagi dzikirnya. (Al-Um I, II)
Menurut Imam As’Syafi’i, kami mengira sesungguhnya imam itu jahr hanya sementara waktu agar orang-orang belajar darinya (Al-Um I, II)
Allah ta’ala berfirman : “Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan merendahkan diri dan perlahan-lahan. Sesungguhnya Allah tidak mencintai mereka yang melampaui batas.” (QS. Al-A’raaf : 55)
Berdzikirlah kepada Tuhanmu pada dirimu dengan merendahkan diri dan perlahan-lahan dan tidak dengan suara yang keras, baik pagi maupun sore, dan janganlah engkau termasuk orang yang lalai.” (QS. Al-A’raaf : 205)
Dari Abu Musa Al-Asy’ari, ia berkata : “Pada suatu waktu orang-orang mengeraskan suaranya dalam berdo’a, Rasulullah saw. menegur mereka dengan sabdanya : ‘Wahai sekalian manusia, kasihanilah dirimu sendiri. Sesungguhnya kamu tidak berdo’a kepada yang tuli dan ghaib. Sesungguhnya dzat yang kamu berdo’a kepada-Nya adalah Dzat Yang Maha Mendengar lagi dekat’.” (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Ibnu Katsir II : 221)


Sumber : Habib Hassan bin Ahmad Al-Mahdaly (Radio Dakta : 107.0 FM)


VF6WMF5Q4JBA

0 komentar:

Posting Komentar

Situs ini menerapkan “Dofollow Site Comment System”
Beri komentar sebanyak-banyaknya yang tentunya akan membawa manfaat pula bagi perkembangan blog/situs Anda. Namun komentar Anda harus dengan syarat :

1. Tidak mengandung Spam, SARA, Pornografi;
2. Komentar harus ada kaitannya dengan materi yang dibahas
dalam posting;
3. Tidak berisi link aktif di dalam badan komentar.

Selamat berkomentar dan semoga bermanfaat bagi perkembangan blog/situs Anda.

Terima kasih.