Cara
dzikir dan do’a sesudah shalat terdapat dalam beberapa riwayat dalam hadits,
antara lain :
Telah
berkata Tsauban : “Adalah Rasulullah saw.
Apabila selesai shalat, beliau membaca istighfar tiga kali, lalu membaca :
‘Allahumma antas salaam wa minkas salaam, tabaarakta yaa dzal jalaali wal ikram
(Ya Tuhaku, Engkaulah yang sejahtera dan dari-Mulah kesejahteraan itu datang.
Mahamulia Engkau, hai Dzat yang mempunyai kemegahan dan kemuliaan)’.” (Hadits
Riwayat Muslim)
Sesudah
melakukan cara tersebut diatas, dilanjutkan dengan cara membaca : Subhanallah
(33x); Alahmdu lillah (33x) dan Allaahu akbar (33x). Selanjutnya, diteruskan
dengan cara membaca :
Laa
ilaaha illallaah wahdahu laa syariika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa
‘alaa kulli syai’in qadiir.
Rasulullah
saw. Bersabda : “Barang siapa membacanya
setiap kali sesudah shalat, maka akan diampuni dosa-dosanya, sekalipun sebanyak
buih di laut.” (Hadits Riwayat Muslim)
Dalam
riwayat lain dikatakan bahwa cara ucapan subhaanallaah, alhamdu lillah dan
allahu akbar itu dapat dibaca 10x seperti yang diriwayatkan oleh ‘Abdul bin
‘Umar, ia berkata : Rasulullah telah bersabda : “Ada dua tambahan yang tidak dihitung oleh seorang muslim, melainkan ia
pasti akan masuk surga. Kedua-duanya itu sebenarnya mudah, tetapi sedikit
sekali orang yang mengamalkannya, yaitu hendaknya ia membaca tasbih 10x, takbir
10x dan tahmid 10x setiap kali sesudah shalat”. Ia berkata : “Aku pun melihat
Rasulullah saw. Menghitungnya dengan jari. Kalimat tersebut diucapkan 150 x (30
x 5 waktu shalat), tetapi mempunyai berat timbangan 1500; dan apabila pergi
tidur, beliau membaca tasbih, tahmid dan takbir itu 100 x, tetapi mempunyai
berat timbangan 1000.” (Hadits Riwayat Imam yang lima dan disyahkan oleh
Tirmidzi. Nail hal. 1041)
Sesudah
itu ia boleh berdo’a dengan apa saja, tetapi diantara cara do’a-do’a yang biasa
diucapkan oleh Rasulullah adalah sebagai berikut :
1. Allahumma
a’innii ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatik. (Ya Tuhanku, bantulah
aku untuk bisa mengingat-Mu dan bersyukur kepada-Mu serta beribadah kepada-Mu
dengan baik)
2. Allahumma
laa maani’a limaa a’thaita wa laa mu’thiya limaa mana’ta wa laa yanfa’u dzal
jaddi minkal jaddu. (Ya Tuhanku, tidak ada seorangpun yang bisa
menghalang-halangi apa yang Engkau berikan dan tidak seorangpun bisa memberikan
apa yang Engkau halangi dan kekayaan itu tidak berguna bagi orang yang kaya
dari siksaan-Mu)
3. Allahumma
inii a’uudzu bika minal jubni wa a’uudzu bika minal bukhli wa a’uudzu bika min
ardzalil ‘umri wa a’uudzu bika min fitnatid dunyaa wa ‘adzaabil qabri. (Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung diri kepada-Mu dari sifat pengecut. Aku
berlindung diri kepada-Mu dari bakhil. Aku berlindung diri kepada-Mu dari Umur
yang rendah. Aku berlindung diri kepada-Mu dari cobaan dunia dan adzab kubur)
(Hadits Riwayat Bukhari)
4. Allahumma
aajirnii minan naar. (Ya Tuhanku, selamatkanlah daku dari api neraka) (Hadits
Riwayat Abu Dawud)
5. Allahumma
innii as ‘aluka ‘ilman naafi’an wa risqan thayyiban wa ‘amalam mutaqabbalan.
(Ya Tuhanku, sesungguhnya aku minta kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang
halal dan amal yang diterima) (Hadits Riwayat Ibnu Majah)
Selain
cara do’a-do’a tersebut kita dibenarkan berdo’a memohon apa saja yang kita
kehendaki, bahkan dibenarkan cara bedo’a dengan selain bahasa Arab.
Keistimewaan cara berdo’a sesudah
shalat
Abi
Umamah meriwayatkan dari Rasulullah, sesungguhnya ia pernah ditanya apakah yang
amat didengarkan, maka Rasulullah saw. menjawab : “Do’a pada tengah malam yang akhir dan sesudah shalat wajib.”
(Hadits Riwayat Bukhari)
Bertasbih dengan menggunakan jari
tangan
Dari
Busaiarah, seorang perempuan Muhajirat yang berhijrah, ia berkata : Rasulullah
saw. pernah bersabda kepada kami : “Hendaklah kamu sekalian (perempuan)
bertahlil dan bertasbih serta memahasucikan Allah dan janganlah kamu lalai
hingga melupakan rahmat hitungan dengan jari. Sesungguhnya jari itu pada hari
kiamat akan ditanya dan diminta bicara.” (Hadits Riwayat Ahmad, Tirmidzi dan
Abu Dawud, Nailul Authar II : 352)
Dari
‘Abdillah bin ‘Umar, ia berkata : “Saya
melihat Rasulullah saw. bertasbih dengan jarinya.” Menurut Ibnu Qudamah,
dengan jari tengah kanannya. (Hadits Riwayat Abu Dawud, A’unu Al- Ma’bud IV :
368)
Keterangan
: Hadits ini tidak berarti tidak boleh bertasbih dengan cara menggunakan tangan
kiri.
Dari
Shafiyyah, ia berkata : “Rasulullah saw. masuk rumahku, sedangkan di hadapanku
ada 4000 biji yang biasa kugunakan bertasbih, maka Nabi bersabda : ‘Kamu suka
bertasbih dengan ini? Tidakkah aku mesti memberi tahu kepadamu sejumlah yang
lebih dari apa yang engkau tasbihkan itu?’ Maka Shafiyyah berkata : ‘Ajarkanlah
kepadaku!’ Nabi bersabda : ‘Ucapkanlah olehmu subhaanallaah ‘adada khalqih
(Mahasuci Allah dengan sejumlah makhluk-Nya)’.” (Hadits Riwayat At-Tirmidzi,
Nailul Authar II : 352)
Cara mengeraskan suara dalam Dzikir
setelah shalat
Pendapat
orang yang mengeraskan dzikir bedasarkan pada hadits :
Telah
memberitahukan kepada kami ‘Amr bahwa Abu Ma’bad, maula ‘Abbas, telah
memberitakan kepadanya bahwa Ibnu ‘Abbas r.a., menceritakan kepadanya,
sesungguhnya mengeraskan suara dalam dzikir ketika orang-orang selesai
melakukan shalat fardhu itu pernah terjadi pada masa Nabi saw. (Hadits Riwayat
Bukhari I : 152)
Dilihat
dari siyaqul asy’ar (alur cerita) hadits dimaksud memberi pengertian bahwa para
sahabat sendiri tidak mengeraskan suaranya dalam berdzikir.
Menurut
An-Nawawi, Asy-Syafi’i membawakan hadits ini untuk menunjukkan bahwa mereka
mengeraskan dzikirnya hanya untuk sementara waktu ketika mengajarkan lafazh dzikir,
bukan berarti mereka membiasakan dzikir dengan jahr/keras.
Pendapat
yang terpiliah (alternatif) sesungguhnya imam dan ma’mum hendaklah men-sir-kan
dzikirnya kecuali jika diperlukan untuk mengajar. (Fathu Al-Bari)
Menurut
Imam Syafi’i, kami memilih untuk imam serta ma’mum hendaklah berdzikir kepada
Allah setelah shalat dan hendaklah men-sir-kan dzikirnya kecuali jika menjadi
imam, yang mana ma’mum wajib
mempelajarinya. Oleh karena itu, ia boleh menjabarkannya sampai imam menduga
bahwa ma’mum telah belajar darinya, kemudian imam men-sir-kan lagi dzikirnya.
(Al-Um I, II)
Menurut
Imam As’Syafi’i, kami mengira sesungguhnya imam itu jahr hanya sementara waktu
agar orang-orang belajar darinya (Al-Um I, II)
Allah
ta’ala berfirman : “Berdo’alah kepada
Tuhanmu dengan merendahkan diri dan perlahan-lahan. Sesungguhnya Allah tidak
mencintai mereka yang melampaui batas.” (QS. Al-A’raaf : 55)
Berdzikirlah
kepada Tuhanmu pada dirimu dengan merendahkan diri dan perlahan-lahan dan tidak
dengan suara yang keras, baik pagi maupun sore, dan janganlah engkau termasuk
orang yang lalai.” (QS. Al-A’raaf : 205)
Dari
Abu Musa Al-Asy’ari, ia berkata : “Pada suatu waktu orang-orang mengeraskan
suaranya dalam berdo’a, Rasulullah saw. menegur mereka dengan sabdanya : ‘Wahai
sekalian manusia, kasihanilah dirimu sendiri. Sesungguhnya kamu tidak berdo’a
kepada yang tuli dan ghaib. Sesungguhnya dzat yang kamu berdo’a kepada-Nya
adalah Dzat Yang Maha Mendengar lagi dekat’.” (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim,
Ibnu Katsir II : 221)
Sumber
: Habib Hassan bin Ahmad Al-Mahdaly (Radio Dakta : 107.0 FM)
0 komentar:
Posting Komentar
Situs ini menerapkan “Dofollow Site Comment System”
Beri komentar sebanyak-banyaknya yang tentunya akan membawa manfaat pula bagi perkembangan blog/situs Anda. Namun komentar Anda harus dengan syarat :
1. Tidak mengandung Spam, SARA, Pornografi;
2. Komentar harus ada kaitannya dengan materi yang dibahas
dalam posting;
3. Tidak berisi link aktif di dalam badan komentar.
Selamat berkomentar dan semoga bermanfaat bagi perkembangan blog/situs Anda.
Terima kasih.